Jumat, 13 Desember 2013

Pendidikan Bahasa Indonesia di kelas rendah



TAHAPAN PEMEROLEHAN BAHASA ANAK
&
IMPLIKASI PEMEROLEHAN BAHASA ANAK


Makalah

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah :
Pendidikan Bahasa & Sastra Indonesia di Kelas Rendah
Dosen Pengampu: Mustamil, M.Pd.





  
 
  
Oleh :
Ade Nur Hamidah
Ahmad Bayhaqie
Sunenti




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD)
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
NAHDLATUL ULAMA (NU)
INDRAMAYU

2013 M/1434 H

KATA PENGANTAR


           
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan taufiq-Nya makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik. Shalawat dan salam tak lupa kami haturkan kepada junjungan alam, Nabi Muhammad SAW, beserta para sahabat dan seluruh pengikutnya hingga hari kiamat.

            Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah  Pendidikan Bahasa & Sastra di Kelas Rendah, yang diampu oleh Dosen: Mustamil, M.Pd., dengan judul: “Tahapan Pemerolehan Bahasa Anak & Implikasi Pemerolehan Bahasa Anak”.

Kepada semua pihak, khususnya Dosen Pengampu/Pembimbing yang telah mengarahkan dan membantu memberikan saran dan pemikiran kepada kami dalam penyusunan makalah ini, kami menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya. Harapan kami sebagai penulis, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan khususnya bagi pribadi penulis sendiri dan umumnya khalayak pembaca. Tak lupa, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi perbaikan/koreksi makalah ini agar menjadi lebih baik.


Cirebon,    Oktober 2013


       Tim Penulis





BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
            Manusia adalah makhluk yang unik berbeda dengan makhluk yang lainnya, salah satunya adalah bahasa, karena dengan bahasa seseorang akan memahami maksud dan tujuan apa yang disampaikan oleh orang lain atau lingkungan di sekitarnya. Pemerolehan bahasa pada anak tentu tidaklah didapat melalui cara yang instan, akan tetapi ada beberapa tahapan yang harus dilalui seorang anak hingga dewasa untuk dapat memahami kata demi kata atau kalimat demi kalimat. Tentunya tahap demi tahap yang dilalui dalam pemerolehan bahasa pada anak dibutuhkan kepekaan orang tua, karena kepekaan orang tua sangat diperlukan untuk kemajuan bahasa pada anaknya hingga dia sampai dewasa.
            Selain orang tua, lingkungan pun mempunyai andil yang besar dalam pemerolehan bahasa pada anak, seorang anak akan memiliki ragam bahasa sesuai lingkungan di mana dia berkembang.
1.2  Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah :
1.      Tahapan apa saja yang dilalui seorang anak dalam pemerolehan bahasa ?
2.      Apa impilkasi yang didapat dalam pemerolehan bahasa pada anak.







1.3  Tujuan Penulisan Makalah

1.      Untuk mengetahui tahapan-tahapan pemerolehan bahasa pada anak.
2.      Untuk mengetahui implikasi dalam pemerolehan bahasa pada anak.




































BAB II
PEMBAHASAN


2.1  Tahapan Pemerolehan Bahasa Pada Anak
                        Pemerolehan bahasa adalah proses pemilikan kemampuan berbahasa baik berupa pemahaman atau pun pengungkapan, secara alami, tanpa melalui kegiatan pembelajaran formal (Tarigan dkk., 1998).
                        Kiparsky dalam Tarigan (1998) mengatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah suatu proses yang digunakan oleh anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis dengan ucapan orang tua sampai dapat memilih kaidah tata bahasa yang paling baik dan paling sederhana dari bahasa bersangkutan.
                        Oleh karena itu seorang anak akan memperoleh suatu bahasa mealalui beberapa proses atau tahapan. Adapun tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut:
1.      Tahap Meraban (Pralinguistik) Pertama (0.0 -0.5 bulan)
                        Pada tahap meraban pertama, selama bulan-bulan awal kehidupan, bayi-bayi menangis, menjerit, dan tertawa. Bunyi-bunyian seperti itu dapat ditemui dalam segala bahasa di dunia.
                        Tahap meraban pertama ini dialami oleh anak berusia 0-5 bulan. Pembagian kelompok usia ini sifatnya umum dan tidak berlaku persis pada setiap anak. Mungkin Anda ingin mengetahui apa saja keterampilan bayi pada tahap ini. Berikut adalah rincian tahapan perkembangan anak usia 0-6 bulan berdasarkan hasil penelitian beberapa ahli yang dikutip oleh Clark (1977). Selain itu juga akan diungkap keterlibatan orang tua pada tahap ini:
·         0-2 minggu: anak sudah dapat menghadapkan muka ke arah suara. Meraka sudah dapat membedakan suara manusia dengan suara lainnya, seperti bel, bunyi gemerutuk, dan peluit. Mereka akan berhenti menangis jika mendengar orang berbicara.
·         1-2 bulan: mereka dapat membedakan suku kata , seperti (bu) dan (pa), mereka bisa merespon secara berbeda terhadap kualitas emosional suara manusia. Misalnya suara marah membuat dia menangis, sedangkan suara yang ramah membuat dia tersenyum dan mendekat (seperti suara merpati).
·         3-4 bulan mereka sudah dapat membedakan suara laki-laki dan perempuan.
·         6 bulan: mereka mulai memperhatikan intonasi dan ritme dalam ucapan. Pada tahap ini mereka mulai meraban (mengoceh) dengan suara melodis.
                        Melihat tahap-tahap perkembangan tadi, kita dapat menyimpulkan bahwa anak pada tahap meraban satu sudah bisa berkomunikasi walau hanya dengan cara menoleh, menangis atau tersenyum.
  1. Tahap Meraban (Pralinguistik) Kedua (0,5-1,0 bulan)
                        Pada tahap ini anak mulai aktif artinya tidak sepasif sewaktu ia berada pada tahap meraban pertama. Secara fisik ia sudah dapat melakukan gerakan-gerakan seperti memegang dan mengangkat benda atau menunjuk. Berkomunikasi dengan mereka mulai mengasyikan karena mereka mulai aktif memulai komunikasi, kita lihat apa saja yang dapat mereka lakukan pada tahap ini.
·      5-6 bulan
                        Dari segi kemampuan bahasa anak semakin baik dan luas, anak semakin mengerti beberapa makna kata, misal: nama (diri sendiri atau panggilan ayah dan ibunya), larangan, perintah dan ajakan ( misal permainan “ciluk baa”). Hal ini menunjukkan bahwa bayi sudah dapat memahami ujaran orang dewasa. Di samping itu bayi mulai dapat melakukan gerakan-gerakan seperti mengangkat benda dan secara spontan memperlihatkannya kepada orang lain (Clark:1997).
·      7-8 bulan
                        Pada tahap ini orang tua sudah bisa mengenalkan hal hal baru bagi anaknya, artinya anak sudah bisa mengenal bunyi kata untuk obyek yang sering diajarkan dan dikenalkan oleh orang tuanya secara berulang-ulang. Orang dewasa biasanya mulai menggunakan gerakan-gerakan isyarat seperti menunjuk. Gerakan ini dilakukan untuk menarik perhatian anak, karena ibu ingin menunjukkan sesuatu dan menawarkan sesuatu yang baru dan menarik (Clark,1997). Kemampuan anak untuk merespon apa yang dikenalkan secara berulang-­ulang pun semakin baik, misal: melambaikan tangan ketika ayahnya atau orang yang dikenalnya akan pergi, beretepuk tangan, menggoyang-goyangkan tubuhnya ketika mendengar nyanyian,dsb.
·         8 bulan s/d 1 tahun
                        Pada tahap ini anak sudah dapat berinisiatif memulai komunikasi. Ia selalu menarik perhatian orang dewasa, selain mengoceh ia pun pandai menggunakan bahasa isyarat. Misalnya dengan cara menunjuk atau meraih benda-benda. Gerakan- gerakan isyarat tersebut (Clark, 1977) mimiliki dua fungsi yaitu untuk mengkomunikasikan sesuatu dan meminta sesuatu atau minta penjelasan, contohnya ketika anak meraih benda: tujuannya adalah, ia meminta sesuatu atau meminta penjelasan . anak akan merasa puas jika orang dewasa melihat ke arah benda yang menarik perhatiannya.
                        Pada tahap ini pun peran orang tua masih sangat besar dalam pemerolehan bahasa pertama anak. Orang tua harus lebih aktif merespon ocehan dan gerakan isyarat anak. Karena kalau orang tua tidak memahami apa yang dimaksud anak, anak akan kecewa dan untuk masa berikutnya anak akan pasif dalam berkomunikasi dengan lingkungannya.
3.      Tahap Linguistik I: Holofrastik;Kalimat Satu Kata (1,0-2,0 Tahun)
                        Tahap ini adalah tahap dimana anak sudah mulai mengucapkan satu kata. Menurut Tarigan (1985). Ucapan-ucapan satu kata pada periode ini disebut holofrase/holofrastik karena anak-anak menyatakan makna keseluruhan frase atau kalimat dalam satu kata yang diucapkannya itu. Contohnya: kata “asi “ (maksudnya nasi ) dapat berarti dia ingin makan nasi, dia sudah makan nasi,nasi ini tidak enak atau apakah ibu mau makan nasi? dsb. Agar kita dapat memahami maksud yang sesungguhnya, kita harus mencermati keadaan anak dan lingkungan pada saat ucapan satu kata itu diucapkan. Orang dewasa harus faham bahwa pada tahap holofrasa ini, ingatan dan alat ucap anak belum cukup matang untuk mengucapkan satu kalimat yang terdiri dari dua kata atau lebih.
                        Tahap holofrase ini dialami oleh anak normal yang berusia sekitar 1-2 tahun. Waktu berakhirnya tahap ini tidak sama pada setiap anak. Ada anak yang lebih cepat mengakhirinya, tetapi ada pula yang sampai umur anak 3 tahun. Pada tahap ini gerakan fisik seperti menyentuh, menunjuk, mengangkat benda dikombinasikan dengan satu kata. Fungsi gerak isyarat dan kata manfaatnya bagi anak itu sebanding. Dengan kata lain, kata dan gerak itu sama pentingnya bagi anak pada tahap holofrasa ini.
                        Ada pun kata-kata pertama yang diucapkan berupa objek atau kejadian yang sering ia dengar dan ia lihat. Contoh kata-kata pertama yang biasanya dikuasai seperti mamam atau maem (makan), dadah sambil malambaikan tangan, mah (mamah), pak (bapak), bo (tidur). Kata-kata yang digunakan untuk meminta adalah: lagi, mau, dan minta (inipun dengan pengucapan yang berbeda untuk tiap anak).
                        Kemajuan pada tahap satu kata diantaranya adalah mampu mengucapkan satu kata, ucapan satu kata dikombinasikan dengan gerakan isyarat, lalu ia sudah biasa diajak bercakap-cakap: ia mengerti kapan gilirannya berbicara lalu ia dapat melontarkan informasi baru dalam ucapannya. Itu artinya ia mulai mengurangi cara menirukan kata. Setelah melampaui usia 2 tahun banyak lagi keterampilan yang dia kuasai.
4.      Tahap Linguistik II: Kalimat Dua Kata (2,0-3,0 Tahun)
                        Tahap linguistik kedua ini biasanya mulai menjelang hari ulang tahun kedua. Memasuki tahap ini dengan pertama sekali mengucapkan dua holofrase dalam rangkaian yang cepat (Tarigan, 1980). Misal: mama masak, adik minum, papa pigi (ayah pergi, baju kakak dsb. Ucapan-ucapan ini pun, mula-mula tidak jelas seperti ”di“ maksudnya adik, kemudian anak berhenti sejenak, lalu melanjutkan “num”maksudnya minum. Maka berikutnya muncul kalimat, “adik minum”.
                        Perlu Anda ketahui bahwa keterampilan anak pada akhir tahap ini makin luar biasa. Komunikasi yang ingin ia sampaikan adalah bertanya dan meminta. Kata-kata yang digunakan untuk itu sama seperti perkembangan awal yaitu: sini, sana, lihat, itu, ini, lagi, mau dan minta.
                        Selain keterampilan mengucapkan dua kata, ternyata pada periode ini anak terampil melontarkan kombinasi antara informasi lama dan baru. Pada periode ini tampak sekali kreativitas anak. Keterampilan tersebut muncul pada anak dikarenakan makin bertambahnya pembendaharaan kata yang diperoleh dari lingkungannya dan juga karena perkembangan kognitif serta fungsi biologis pada anak.
                        Setelah tahap dua kata ini anak masih mengalami beberapa perkembangan penting yang patut kita pahami. Perkembangan berikutnya yang disebut dengan pengembangan tata bahasa.
5.      Tahap Linguistik III: Pengembangan Tata Bahasa (3,0-4,0)
                        Tahap ini dimulai sekitar usia anak 2,6 tahun, tetapi ada juga sebagian anak yang memasuki tahap ini ketika memasuki usia 2,0 tahun, bahkan ada juga anak yang lambat yaitu ketika anak berumur 3,0 tahun. Pada umumnya pada tahap ini, anak-anak telah mulai menggunakan elemen-elemen tata bahasa yang lebih rumit, seperti: pola-­pola kalimat sederhana, kata-kata tugas (di,ke,dari, ini, itu dsb.), Meskipun demikian, kalimat-kalimat yang dihasilkan anak masih seperti bentuk telegram atau dalam bahasa Inggrisnya “telegraphic utterances”(ucapan-­ucapan telegram) contoh: “ini adi nani, kan ?” ( adi maksudnya adik),”mama pigi ke pasar”, “nani mau mandi dulu”, dsb.
                                Perkembangan anak pada tahap ini makin luar biasa. Marat (1983) menyebutkan perkembangan ini dengan kalimat lebih dari dua kata dan periode diferensiasi. Tahap ini pada umunya dialami oleh anak berusia sekitar 2 1/2 tahun - 5 tahun. Sebenarnya perkembangan bahasa anak pada tahap ini bervariasi. Hal ini bergantung pada perkembangan-perkembangan sebelumnya yang dialami oleh anak. Umumnya pada tahap ini anak sudah mulai dapat bercakap-cakap dengan teman sebaya dan mulai aktif memulai percakapan. Fase sebelumnya sampai tahap perkembangan 2 kata anak lebih banyak bergaul dengan orang tuanya. Sedangkan pada tahap ini pergaulan anak makin luas yang berarti menambah pengetahuan dan menambah perbendaharaan kata. Mereka dapat bercakap-cakap dengan teman sebaya, teman yang lebih besar, orang dewasa, bahkan dapat menyimak radio dan televisi.

6.      Tahap Linguistik IV: Tata Bahasa Pradewasa (4,0-5,0 Tahun)
                        Tahap perkembangan bahasa anak yan cepat ini biasanya dialami oleh anak yang sudah berumur antara 4-5 tahun. Pada tahap ini anak-anak sudah mulai menerapkan struktur tata bahasa dan kalimat-kalimat yang agak lebih rumit. Misal, kalimat majemuk sederhana seperti di bawah ini:
- mau nonton sambil makan keripik
- aku di sini, kakak di sana
- mama beli sayur dan kerupuk
- ayo nyanyi dan nari
- kakak, adik dari mana
                        Dari contoh kalimat-kalimat di atas, tampak anak sudah “terampil” bercakap-­cakap. Kemampuan menghasilkan kalimat-kalimatnya sudah beragam, ada kalimat pernyataan/kalimat berita, kalimat perintah dan kalimat tanya. Kemunculan kalimat-­kalimat rumit di atas menandakan adanya peningkatan kemampuan kebahasaan anak.
                        Menurut Tarigan (1985), walaupun anak-anak sudah dianggap mampu menyusun kalimat kompleks, tetapi mereka masih membuat kesalahan-kesalahan. Kesalahan tersebut dalam hal menyusun kalimat, memilih kata dan imbuhan yang tepat. Untuk memperbaikinya mereka harus banyak berlatih bercakap-cakap dengan orang tua atau guru sebagai modelnya.
                        Di sinilah pentingnya peranan dan kesabaran orang tua, guru, atau pengasuh anak untuk membimbing dan memberi contoh penggunaan kata-kata yang fungsional , kontekstual dan menyenangkan bagi anak. Untuk memperkaya kebahasaan anak orang tua atau guru dapat mulai dengan mendongeng, bernyanyi atau bermain bersama anak di samping sesering mungkin mengajaknya bercakap-cakap.
  1. Tahap Linguistik V: Kompetensi penuh
                        Sekitar usia 5-7 tahun, anak-anak mulai memasuki tahap yang disebut sebagai kompetensi penuh. Sejak usia 5 tahun pada umumnya anak-anak yang perkembangannya normal telah menguasai elemen-elemen sintaksis bahasa ibunya dan telah memiliki kompetensi (pemahaman dan produktivitas bahasa) secara memadai. Walau demikian, perbendaharaan katanya masih terbatas tetapi terus berkembang/bertambah dengan kecepatan yang mengagumkan.
                        Berikutnya anak memasuki usia sekolah dasar. Selama periode ini, anak-anak dihadapkan pada tugas utama mempelajari bahasa tulis. Hal ini dimungkinkan setelah anak-anak menguasai bahasa lisan. Perkembangan bahasa anak pada periode usia sekolah dasar ini meningkat dari bahasa lisan ke bahasa tulis. Kemampuan mereka menggunakan bahasa berkembang dengan adanya pemerolehan bahasa tulis atau written language acquisition. Bahasa yang diperoleh dalam hal ini adalah bahasa yang ditulis oleh penutur bahasa tersebut, dalam hal ini guru atau penulis. Jadi anak mulai mengenal media lain pemerolehan bahasa yaitu tulisan, selain pemerolehan bahasa lisan pada masa awal kehidupannya.
                        Menurut Tarigan (1988) salah satu perluasan bahasa sebagai alat komunikasi yang harus mendapat perhatian khusus di sekolah dasar adalah pengembangan baca tulis (melek huruf). Perkembangan baca tulis anak akan menunjang serta memperluas pengungkapan maksud-maksud pribadi Anak, misal melalui penulisan catatan harian, menulis surat, jadwal harian dsb. Dengan demikian perkembangan baca tulis di sekolah dasar memberikan cara-cara yang mantap menggunakan bahasa dalam komunikasi dengan orang lain dan juga dengan dirinya sendiri.
                        Pada masa perkembangan selanjutnya, yakni pada usia remaja, terjadi perkembangan bahasa yang penting. Periode ini menurut Gielson (1985) merupkan umur yang sensitif untuk belajar bahasa. Remaja menggunakan gaya bahasa yang khas dalam berbahasa, sebagai bagian dari terbentuknya identitas diri. Akhirnya pada usia dewasa terjadi perbedaan-perbedaan yang sangat besar antara individu yang satu dan yang lain dalam hal perkembangan bahasanya. Hal ini bergantung pada tingkat pendidikan, peranan dalam masyarakat dan jenis pekerjaan.
2.2  Implikasi Pemerolehan Bahasa Pada Anak
                        Implikasi dalam KBBI berarti terlibat atau keadaan terlibat jadi implikasi pemerolehan bahasa pada anak yaitu hal-hal yang melibatkan dalam suatu pemerolehan bahasa pada anak dan dari keterlibatan tersebut akan mempunyai dampak yang berkelanjutan untuk perkembangan bahasanya.
                        Keterlibatan yang paling dirasakan oleh perolehan bahasa pada anak yaitu peran atau keterlibatan orang tua dalam meberikan bahasa yang digunakan dalam kesehariannya. Bangsa Indonesia memiliki banyak suku, budaya, dan bahasa dengan ragam dialog yang berbeda-beda. Oleh karena itu, wajarlah bila di suatu sekolah terdapat berbagai bahasa mengingat siswa berasal dari berbagai latar belakang dan suku bahkan bahasa daerah yang beragam pula. Bahasa daerah sebagai bahasa pertama dikenal anak sangat berpengaruh terhadap pemerolehan bahasa Indonesia yang akan diperoleh anak di sekolahnya.
                        Adanya berbagai macam dan ragam bahasa menimbulkan masalah, bagaimana kita menggunakan bahasa itu di dalam masyarakat (Chaer, 1994:63). Dialog atau pelafalan bahasa daerah dan ragam bahasa dalam tatanannya sebagai bahasa lisan memiliki dampak terhadap pelafalan bahasa Indonesia yang baik dan benar meskipun dari segi makna masih dapat diterima. Pelafalan yang nyata sering terdengar dalam tuturan resmi berasal dari berbagai dialek bahasa di nusantara yaitu Jawa, Batak, Sunda, Bali, Minangkabau. Dialog-dialog tersebut akan lebih baik bila sekecil mungkin dihilangkan apalagi bila dialog itu diselingi dengan bahasa daerah dari bahasa ibu petuturnya sehingga tidak menimbulkan permasalahan khususnya salah penafsiran bahasa karena terdapat bahasa daerah yang mempunyai ucapan atau pelafalan sama namun memiliki makna yang berbeda.
Contoh:
  • suwek dalam bahasa Sekayu (Sumsel) bermakna tidak ada
  • suwek dalam bahasa Jawa bermakna sobek
  • kenek dalam bahasa Batak bermakna kernet (pembantu sopir)
  • kenek dalam bahasa Jawa bermakna kena
  • abang dalam bahasa Batak dan Jakarta bermakna kakak
  • abang dalam bahasa Jawa bermakna merah
                        Melalui beberapa contoh itu ternyata penggunaan bahasa daerah memiliki tafsiran yang berbeda dengan bahasa lain. Jika hal tersebut digunakan dalam situasi formal seperti seminar, dan dalam hal lainnya, proses belajar mengajar yang pesertanya beragam daerahnya akan memiliki tafsiran makna yang beragam. Arifin dan Hadi (1989:11) menegaskan bahwa pelafalan dan penggunaa bahasa daerah seperti bahasa Jawa, Sunda, Bali, dan Batak dalam berbahasa Indonesia pada situasi resmi atau formal sebaiknya dikurangi. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa daerah yang sering digunakan sebagai bahasa orang tua mempunyai dampak dalam perolehan bahasa siswa secara resmi atau formal berupa bahasa Indonesia yang baik dan benar.
                        Bagi anak, orang tua merupakan tokoh paling sentral. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan jika mereka meniru hal-hal yang dilakukan orang tua (Fachrozi dan Diem, 2005:147). Anak serta merta akan meniru apa pun yang ia tangkap di keluarga dan lingkungannya sebagai bahan pengetahuannya yang baru terlepas apa yang didapatkannya itu baik atau tidak baik. Citraan orang tua menjadi dasar pemahaman baru yang diperolehnya sebagai khazanah pengetahuannya artinya apa saja yang dilakukan orang tuanya dianggap baik menurutnya.
                        Apapun bahasa yang diperoleh anak dari orang tua dan lingkungannya tersimpan di benaknya sebagai konsep perolehan bahasa anak itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan orang tua dalam berbahasa di dalam keluarga (bahasa ibu) sangat dicermati anak untuk ditirukan. Anak bersifat meniru dari semua konsep yang ada di lingkungannya. Brown dalam Indrawati dan Oktarina (2005:24) mengemukakan bahwa posisi ekstern behavioristik adalah anak lahir ke dunia seperti kertas putih, bersih. Pernyataan itu memberikanan penjelasan nyata bahwa lingkungan dalam hal ini keluarga terutama orang tua dalam pemberian bahasa yang kurang baik khususnya tuturan lisan kepada anak akan menjadi dampak negatif yang akan disambut oleh anak sebagai pemerolehan bahasa pertama yang menjadi modal awal bagi seoarang anak untuk menyongsong kehadiran pemerolehan bahasa-bahasa selanjutnya.
                        Peranan Guru dan orang tua dalam berbahasa ditunjang oleh faktor lingkungan sangat memberikan dampak yang sangat besar dalam proses pemerolehan bahasa pertama pada anak. Pemberian figur berbahasa yang baik oleh orang tua yang baik diperkuat dengan guru sebagai contoh berbahasa yang baik dan benar di sekolah, maka anak akan mempunyai bekal dalam mempelajari pemerolehan bahasa kedua yaitu bahasa Indonesia yang baik dan benar.

                       


















BAB III
SIMPULAN

       
Pemerolehan bahasa pada anak melalui beberapa tahapan yaitu:
Usia
  Tahap Perkembangan Bahasa
0,0-0,5
  Tahap Meraban (Pralinguistik) Pertama
0,5-1,0
  Tahap Meraban (Pralinguistik) Kedua
1,0-2,0
  Tahap Linguistik I: Holofrastik/Kalimat Satu Kata
2,0-3,0
  Tahap Lingistik II: Kalimat Dua Kata
3,0-4,0
  Tahap Linguistik III: Pengembangan Tata Bahasa
4,0-5,0
  Tahap Linguistik IV: Tata Bahasa Pra-Dewasa
5,0-
  Tahap Linguistik V: Kompetensi Penuh

                        Peranan Guru dan orang tua dalam berbahasa ditunjang oleh faktor lingkungan sangat memberikan dampak yang sangat besar dalam proses pemerolehan bahasa pertama pada anak. Pemberian figur berbahasa yang baik oleh orang tua yang baik diperkuat dengan guru sebagai contoh berbahasa yang baik dan benar di sekolah, maka anak akan mempunyai bekal dalam mempelajari pemerolehan bahasa kedua yaitu bahasa Indonesia yang baik dan benar.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar